Nuni's Blog

Sesungguhnya manusia bisa merubah kehidupan mereka dengan merubah cara berpikir mereka

Indonesia Negara Harapan Ekonomi Islam Desember 25, 2009

Filed under: Dunia Ekonomi — nuninurwidya @ 12:37 am

Hal yang cukup mengejutkan di penghujung tahun ini adalah, terjadinya krisis di Dubai. Negara yang selama ini menjadi rujukan dan teladan bahkan bisa dikatakan sebagai kiblat dalam hal penerapan ekonomi Islam, dan dinilai telah berhasil dalam menerapkan ekonomi Islam di Negara nya. Dubai meskipun hanya sebuah Negara kecil telah berhasil menunjukkan kepada dunia dan negara-negara maju bahwa mereka mampu menyaingi mereka. Tentu hal ini membuat sebagian orang menjadi bertanya-tanya, apakah ada yang salah denagn ekonomi Islam.
Dubai memang bukan Indonesia. Menyamakan krisis yang terjadi di Dubai dengan krisis yang terjadi di Amerika Serikat tentu sangat tidak tepat. Memprediksi krisis Dubai akan menjadi fenomena umum pada industri keuangan syariah atau menganggapnya sebagai awal dari gagalnya industri syariah adalah sama salahnya.
Dubai hanya sebuah kota kecil di Uni Emirat Arab dan skala ekonominya pun jauh lebih kecil dibandingkan Amerika Serikat. Oleh karena itu, menyamakan krisis Dubai dengan krisis Amerika Serikat sungguh jauh api dari panggang.
Instrumen syariah hanya merupakan bagian kecil, bahkan sangat kecil, dari keseluruhan utang Dubai World. Oleh karena itu, menyimpulkan krisis Dubai sebagai awal gagalnya industri syariah juga keliru besar. Bila Indonesia secara umum dan secara khusus industri keuangan syariah Indonesia tidak banyak terpengaruh akibat krisis Amerika Serikat beberapa waktu lalu; memprediksi krisis Dubai akan banyak memengaruhi industri keuangan syariah Indonesia, jelas terasa berlebihan.
Ketika harga minyak melonjak, Dubai dan banyak negara Timur Tengah tiba-tiba kebanjiran likuiditas. Ekses likuiditas inilah yang mendorong pembangunan properti secara ambisius di Dubai. Dalam pelaksanaannya, Dubai ternyata dapat melakukan pembangunan itu tanpa harus menghabiskan ekses likuiditasnya karena pembangunan itu dapat dilakukan dengan menerbitkan surat berharga, sebagian besar surat berharga konvensional, dan sebagian kecilnya syariah. Sehingga, dari sisi penawaran, ekses likuiditas belum terserap habis.
Properti yang memang menjadi landmark dunia itu banyak dibeli oleh investor domestik dan terutama oleh investor asing. Dalam pelaksanaannya, para pembeli properti ini tidak membayarnya secara tunai karena memang lazimnya pembelian properti dilakukan secara cicilan. Sehingga, dari sisi permintaan, ekses likuiditas juga belum terserap.
Adanya kelebihan likuiditas dari sisi penawaran dan sisi permintaan ini telah mendorong pemilik dana mencari instrumen investasi lain. Naiknya harga minyak ternyata mendorong mereka untuk membeli minyak secara forward , yaitu membeli minyak dengan membayar saat ini dan akan diserahkan pada masa mendatang. Pada praktiknya, minyak itu akan dijual lagi sebelum jatuh tempo masa penyerahannya.
Fenomena baru ini telah mengubah penentuan harga minyak dunia. Sebelumnya, harga minyak mengikuti siklus sektor riil, ketika musim dingin harga minyak naik, ketika perang harga minyak naik. Jadi, harga minyak ditentukan oleh faktor-faktor di sektor riil. Pasar forward minyak memang telah ada. Namun, karena volumenya jauh lebih kecil, harga forward minyak menggunakan harga minyak riil sebagai benchmark.
Dengan banjirnya kelebihan likuiditas ke pasar forward minyak, harga minyak forward menjadi lebih dominan dalam penentuan harga minyak dunia. Ketika harga minyak forward telah jauh di atas harga minyak riil, pasar melakukan koreksi. Koreksi ini ikut memperparah krisis Amerika Serikat dan sekarang imbasnya terasa di Dubai.
Investor Dubai sebagian besar investor besar dan instrumennya relatif sophisticated . Sangat berbeda dengan nasabah Indonesia yang sebagian besar nasabah kecil, bahkan sangat kecil dan instrumennya sangat sederhana.
Bank syariah terbesar di Indonesia memiliki nasabah simpanan sejumlah 1,35 juta dan enam puluh persen di antaranya mempunyai saldo simpanan di bawah satu juta rupiah. Nasabah debitur bank itu hanya 75 ribu dan sebagian besar bersaldo di atas satu juta rupiah. Hampir seluruh dana disalurkan di dalam negeri. Profil nasabah ini menjadi profil umum di seluruh bank syariah di Indonesia.
Perbedaan yang sangat mendasar antara Dubai dan Indonesia ini yang menyebabkan kita tidak perlu khawatir berlebihan bahwa apa yang terjadi di Dubai akan terjadi pula di Indonesia. Mengharapkan kelebihan likuiditas di Dubai dan Timur Tengah akan mengalir deras ke Indonesia sebagai reaksi krisis Dubai, juga berlebihan. Dubai mempunyai country risk yang berbeda dengan country risk Indonesia.
Investor dengan visi investasi jangka panjang akan lebih memilih Indonesia atau Cina atau India karena kekuatan konsumsi domestik dan sumber daya alamnya. Investor dengan visi investasi jangka pendek akan lebih memilih investasi dalam instrumen keuangan karena sifatnya yang likuid dan imbal hasil yang tinggi.
Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, pertumbuhan ekonomi Madinah memang tidak sebesar ekonomi Makkah yang memang sejak lama menjadi pusat dagang. Namun, dalam waktu singkat, ekonomi Madinah tumbuh sangat cepat. Pertama, karena meningkatnya populasi sehingga naik pula konsumsi penduduk Madinah. Kedua, karena banyaknya tanah kosong yang digarap oleh kaum Muhajirin sehingga produksi pun naik signifikan.

Banyak pihak mengharapkan Indonesia menjadi contoh keberhasilan ekonomi syariah sebagaimana bangkitnya ekonomi Madinah. Bukankah Rasulullah SAW pernah bersabda, ”Pemimpin masa depan akan datang dari Timur,” dan bukankah Indonesia terletak di timur Makkah serta bukankah kita bangsa yang dipilih Allah menjadi umat Islam terbesar di dunia?. Tidak ada Negara manapun yang perkembangan ekonomi syariahnya sedinamis yang ada di Indonesia. Di Negara ini banyak bermunculan organisasi dan kelompok-kelompok diskusi ekonomi syariah, perkembangan lembaga keuangan syariah begitu pesat, maka pantaslah jika dunia Islam mengharapkan peran kita dalam memajukan ekonomi syariah.
Saat ini kita tengah memasuki fase 7 tahun ketiga dalam penerapan ekonomi syariah di Indonesia. Jika kita ibaratkan ekonomi syariah ini sebagai seorang anak, maka sebagaimana hadits Rasulullah SAW, maka fase ini adalah waktu dimana kita menjadi teman baik bagi anak. Artinya saat ini adalah fase “consolidation and take of phase”, saat untuk melakukan harmonisasi regulasi dan industri keuangan konvensional. Selain hal tersebut, fase ini juga menjadi masa untuk semakin menyebarkan institusi-institusi ekonomi syariah dan semangat ekonomi syariah keseluruh penjuru nusantara. By: raiez (disadur dari kolom analisis republika oleh : Adiwarman karim- dengan berbagai penambahan)

 

Bursa Eropa Terguncang, AKANKAH Perbankan syariah Indonesia oleng ketika Dubai World Gagal Bayar?? Desember 1, 2009

Filed under: Dunia Ekonomi — nuninurwidya @ 6:19 pm

Pada pertengahan November lalu, secara mengejutkan Dubai World mengumumkan kondisi gagal bayar atas sebagian obligasinya yang jatuh tempo. Langkah tersebut langsung menimbulkan guncangan di Bursa Eropa.

dikutip dari Reuters (26 November 2009), pemerintah Dubai menyatakan Dubai World ingin meminta kepada seluruh penyedia pembiayaan Dubai World dan Nakheel untuk ‘standstill’ (kondisi tidak membayar utang) dan memperpanjang jatuh tempo menjadi paling tidak 30 Mei 2010.

Nakheel, anak usaha Dubai World tercatat memiliki obligasi syariah US$ 3,5 miliar yang jatuh tempo pada 14 Desember dan utang lain senilai US$ 980 juta yang jatuh tempo 13 Mei 2010. Nakheel yang merupakan pengembang properti terkemuka itu sempat menjadi raja ketika terjadi booming konstruksi. Sementara Limitless, pengembang yang juga anak usaha Dubai World lainnya tercatat memiliki utang obligasi syariah senilai US$ 1,2 miliar yang jatuh tempo pada 31 Maret 2010. Sehingga Dubai World tercatat memiliki kewajiban hingga US$ 59 miliar, atau menguasai sebagian besar dari total utang Dubai yang mencapai US$ 80 miliar. Pemerintah Dubai mengumumkan telah menunjuk konsultan Deloitte untuk membantu restrukturisasi utang obligasi tersebut.

Pengumuman tersebut langsung mengguncang pasar finansial global, bahkan bursa Eropa langsung berguguran. Bursa Prancis bahkan langsung merosot hingga 2, 06% ke level 3.730,62 pada awal perdagangan Kamis (26 November 2009). Bursa Eropa juga tertekan oleh terus merosotnya dolar AS.

Seorang analis dari Global Equities seperti dikutip dari AFP, Xavier de Villepion menyatakan analisisnya, Pelemahan dolar telah menyebabkan bursa Asia merosot, dan menyeret Bursa Eropa. Gagal bayar sebagian utang Dubai telah memberikan rasa tidak nyaman dan krisis kepercayaan pada saat yang sama ketika muncul kekhawatiran memuncaknya jumlah utang public.

Meski pengumuman gagal bayar itu dilakukan setelah penutupan pasar saham Dubai menjelang libur panjang, namun nilai obligasi Nakheel tahun 2009 merosot hingga 27%. Sehingga Hal terakhir yang akan kita lihat adalah efek domino yang menyebabkan sejumlah kewajiban utang harus diperpanjang. Dan kondisi ini akan diterima sangat buruk oleh pasar global tak terkecuali Indonesia.

Pasalnya pada pertengahan Mei lalu (Jumat, 15 Mei 2009), Pakar perbankan syariah Muhammad Syafii Antonio mengatakan Dubai dan Bahrain sedang bersaing menjadi pemain utama perbankan syariah di dunia.

Dubai berambisi menjadi pusat ekonomi syariah dunia, melalui Dubai Bank yang berencana membuka 20 cabang di seluruh dunia dan Indonesia merupakan potensi investasi terbesar untuk Dubai. Menurut data yang penulis ambil dari Harian Kompas, kurang lebih dana senilai 700 miliar dolar US$ yang dikelola oleh 396 bank syariah terbesar di 53 negara dengan rata-rata pertumbuhan 15% diintervensi oleh Dubai.

Dengan kondisi Dubai World sebagai penerbit sukuk terbesar di dunia yang mengalami gagal bayar, secara otomatis hal ini mengganggu prospek pemerintah lewat penerbitan sukuk atau SBSN/ Surat Berharga Syariah Negara, seperti yang dinyatakan Dirjen Pengelolaan Utang Dep. Keuangan, Rahmat Waluyo (Sabtu/ 28 November 2009). Dinyatakan juga oleh Economist Danareksa Purbaya, Yhudi Sadewa: dalam jangka pendek akan menimbulkan efek negative di pasar maupun rupiah walaupun tidak sampai hancur melemah hingga di atas Rp. 10 ribu/ dolar AS, paling fluktuasi maksimal Rp. 9.500/ dolar AS.

 

 

 

 

 

Perkenalan Perbankan Syariah

Filed under: Dunia Ekonomi — nuninurwidya @ 5:54 pm

Perbankan Syariah

Perbankan syariah adalah salah satu sektor perbankan yang berkembang sangat cepat saat ini di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah sendiri diiringi dengan perkembangan perekonomian sebuah Negara dimana perbankan syariah itu berada. Bila perkembangan perekonomian di suatu negara baik, maka sektor perbankan syariah juga akan mengalami penigkatan yang baik. Hal ini dikarenakan perbankan syariah memfokuskan kegiatan perbankannya pada perekonomian domestik. Sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Lebih jelasnya lagi, pengertian dari Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Dengan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang diberlakukan sejak tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Perbankan syariah dalam menjalankan operasional keuangannya hampir serupa dengan bank konvensional, akan tetapi sangat BERBEDA dalam hal pembagian hasilnya. Bank syariah tidak menjanjikan nasabahnya untuk menerima bunga atas penyimpanan uangnya pada bank syariah. Namun, jika diakhir tahun bank syariah tersebut mendapatkan keuntungan, maka nasabah juga akan memperoleh bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh bank syariah tersebut. (*** Nuni/ EPI 08)